Kisah Armiyadi ASA Kopi, Berawal dari Mesin Roasting Rusak, Kini Menjadi ‘Miliader’ di Bisnis Kopi
Laporan Fikar W Eda I Aceh Tengah
SERAMBINEWS.COM, TAKENGON – Kopi benar-benah telah menjadi bagian dari napas kehidupan Arniyadi, seorang entrepreuner kopi Gayo yang sukses.
Menapaki karir dari bawah, tekun dan konsisten, itulah kunci keberhasilannya.
Mengurusi petani kopi sejak 2006 dan minta pensiun Mei 2020 lalu dari satu koperasi petani kopi terbesar di Gayo telah memberinya banyak pengalaman soal kopi dan pelaku usaha kopi.
Armiyadi kini fokus mengurusi usaha sendiri berjualan bubuk kopi dan biji kopi untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor.
Menunjang usaha ini, Armiyadi punya lantai jemur modern yang dilengkapi teknologi, sehingga saat musim hujan pun, tetap bisa mengeringkan kopi.
Ia juga sedang mempersiapkan kebun kopi yang akan menjadi kebun model atau kebun percontohan.
Ia memompakan semangat kepada generasi muda bahwa menjadi petani kopi itu adalah profesi mulia dan terpandang.
Ia ingin melahirkan ribuan petani mileniial dan mengubah persepai, bahwa menjadi petani bukan hina dan siksaan.
“Menjadi petani kopi itu menyenangkan, menghasilkan, trend masa depan. Menjadi petani kopi, adalah menjadi tuan bukan buruh. Menjadi bos bukan pesuruh. Petani kopi adalah gaya hidup,” ujar pria yang lahir di Bale Redelong, 1976 ini dalam satu percakapan di sebuah kedai kopi ternama di Takengon, Ibukota Kabupaten Aceh Tengah, Sabtu (1/8/2020).
Armiyadi bukan nama asing di jagad perdagangan kopi Gayo, baik Nusantara maupun internasional.
Namanya segera menghiasi halaman utama mesin pencari Google, apabila mengklik kata kunci #armiyadi atau #master kopi atau #asa kopi, #asa coffee.
Armiyadi terbilang salah seorang sosok entrepreuner kopi Gayo fenomenal.
Dalam satu lelang kopi pada 2019 di Takegon, dua kopi milik Armiyadi dibeli dengan harga fantastis, $40 US dan $30 US. Jika dirupiahkan dengan kurs 13.000 setara Rp 520 ribu dan Rp 390 ribu per Kg. Harga tertiinggi yang pernah dicapai kopi Gayo.
Dua kopi pemenang lelang itu kata Armiyadi berasal dari kebun yang sama, hanya perlakuan pasca panennya s yang berbeda.
Sampai kini, kopi pemenang lelang itu rutin dikirim ke Amerika dan Taiwan. Kopi jenis lain ia ekspor ke China, Jepang dan lainnya dengan nilai ekspor rata-rata Rp 3 miliar. Sementara omzet pasar dalam negeri Rp 700 juta sampai Rp 1 miliar.
Awal merintis usaha
Keterlibatan Armiyadi dengan bisnis kopi ia awali sejak menyelesaikan kuliah di Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan (STIK) Banda Aceh.
Pulang kampung halaman, ia bergabung dengan koperasi kopi Baburrayan pada 2006. Belakangan ingin membuka usaha sendiri.
Ia mulai menjual kopi bubuk. Mula-mula menggunakan mesin roasting milik warga di Payatumpi. Waktu itu usaha roasting belum berkembang.
Mesin roasting sangat terbatas, kalaupun ada, itu bantuan pemerintah.
Suatu ketika, Armiyadi meminjam mesin roasting dari Dinas Perkebunan Aceh Tengah. Kondisi mesinnya rusak.
Kepada pejabat Dinas Perkebunan ia memberanikan diri meminjam mesin rusak tersebut.
Armiyadi memperbaiki mesin itu sampai kemudian bisa digunakan. Dengan mesin bantuan itulah ia lalu punya ide membuka usaha roasting kopi dan bubuk kopi.
Ia ingat betul, pada Oktober 2010, usaha roasting dan bubuk kopi ini mulai berjalan dengan nama ASA Kopi yang berarti harapan.
Armiyadi menaruh harapan cemerlang masa depan kopi Gayo. Ketika itu Asa Kopi berlokasi di Kampung Sanehen Aceh Tengah.
Usaha kopinya makin menjanjikan, setelah pembeli dari Korea membeli kopi luwak miliknya seharga Rp 700 per kg.
Melihat peluang begitu besar, Armiyadi mendapat rekomendasi untuk fasilitas pinjaman ke bank sebesar Rp 300 juta. Uang ini kemudian digunakan untuk sewa toko, membeli mesin roasting dan perlengkapan lainnya.
Dengan modal itu, ia kemudian menggenjot pemasaran baik dalam bentuk ritel maupun ekspor dan usaha kedai kopi.
Omset penjualan tahun pertama Rp 70 juta terus meningkat pada tahun-tahun berikutnya sampai Rp 1,4 miliar.
Ketika itu di Takengon usaha kopi roasting dan bukuk kopi masih berbilang jari, yakni Aroma Kopi Gayo, Horas Coffee dan ASA Kopi.
Merambah bisnis eskpor kopi
Tekad berbisnis kopi ini makin menggebu setelah Armiyadi mengikuti pameran kopi dunia di Boston dan Seattle Amerika Serikat pada 2014 dan 2016.
Waktu itu ia mewakili perusahaan tempatnya bekerja. Tapi kemudian ia juga membuka sayap ekspor dengan membentuk perusahaan patungan PT Mekat Kopi Gayo yang kini memperoleh order ekspor 7 sampai 8 kontainer.
ASA kopi yang ditangani sendiri oleh Armiyadi melakukan ekspor, kapasitas kecil, yang dikenal dengan istilah”mikrolot,” yakni 2,7 ton ke China, 2 ton ke Taiwan dan 3 ton ke Amerika Serikat.
Armiyadi melalui perusahaan ASA kopi melayani pembeli secara online, mencapai 60 persen.
Sisanya pembelian langsung. ASA kopi membagi bisnisnya menjadi tiga bagian, yakni ritel, kedai kopi dan ekspor. Ritel dan kedai kopi diurusi oleh istri dan anaknya. Armiyadi sendiri mengurusi bisnis ekspor.

Saat ditanya masa depan kopi Gayo, Armiyadi diam. ejenak. Tak berapa lama, ia lalu berkata,”Kopi gayo akan cerah kalau pelaku bisnis, petani dan seluruh pemangku kepentingan mampu menjaga kualitas. Satu lagi kita harus jujur dengan kopi milik kita. Kalau kopi organik, katakan organik. Tapi jangan bilang kopi organik, tapi ternyata pakai zat kimia,” ujar Armiyadi.
Ia juga menangkap kecendrungan selera pasar kopi yang makin ekslusif.
“Para penikmat kopi internasional tidak mempersoalkan harga, tapi rewel terhadap kualitas. Kualitas dan konsistensi ini yang harus kita rawat dan pertahankan,” demikian Armiyadi.
Dengan begitu kopi Gayo akan tetap memperoleh kemuliaan di dunia perkopian internasional.(*)
sumber berita : https://aceh.tribunnews.com/2020/08/02/kisah-armiyadi-asa-kopi-berawal-dari-mesin-roasting-rusak-kini-menjadi-miliader-di-bisnis-kopi?page=4
Leave a reply